Supermoon atau Bulan super adalah istilah yang digunakan oleh para astrolog untuk menggambarkan keadaan bulan penuh ketika bulan berada dalam posisi terdekatnya dengan Bumi (apsis/perigee). Istilah ini tidak diterima secara luas, terutama di kalangan ilmuwan. Secara spesifik, bulan super bisa merupakan bulan purnama atau bulan baru, yang jaraknya dengan Bumi sekitar 10% atau kurang dari jarak lintasannya dengan Bumi. Ketika fenomena ini terjadi, bulan nampak lebih besar dan lebih terang, meskipun perubahan jaraknya hanya beberapa kilometer.
Fenomena bulan super sebelumnya terjadi tahun 1955, 1974, 1992 dan 2005. Pada 19 Maret 2011, bulan super akan mengalami jarak terdekatnya dalam 18 tahun terakhir, dengan prakiraan jarak sekitar 356,577 kilometere (221.567 mi). Pada 19 Maret, fenomena perigee bulan, yang memiliki siklus sekitar 27,3 hari, terjadi bersamaan dengan bulan purnama yang muncul tiap 29 hari. Ketika perigee bulan terjadi bersamaan dengan bulan purnama, permukaan bulan akan tampak 14 persen lebih besar dan 30 persen lebih terang dari bulan purnama.
Bulan super kadang dihubung-hubungkan dengan bencana alam, seperti gempa bumi, gunung meletus, dll. Itu karena waktu terjadinya bulan super hampir selalu berdekatan dengan terjadinya suatu bencana alam tertentu. Namun, bulan super tidak cukup kuat untuk memengaruhi permukaan tanah ataupun gunung berapi di Bumi, pengaruh dari fenomena bulan super ini di Bumi hanyalah naiknya permukaan laut sekitar beberapa inci di beberapa daerah.
Pengaruh fenomena bulan super terhadap peningkatan aktivitas seismik justru terjadi di permukaan bulan sendiri, meskipun efeknya tidak terlalu besar. Ketika berada dalam keadaan bulan super, bulan mengalami gempa. Hal ini terdeteksi oleh instrumen seismologi yang diitnggalkan oleh para astronot Apollo 11 di bulan.
Istilah bulan super pertama kali dikemukakan oleh astrolog Richard Nolle pada tahun 1979.
Hubungan Supermoon dengan Gempa Bumi
Pekan depan, pada 19 Maret 2011, bulan akan berada di orbit terdekat dengan bumi. Pada tanggal tersebut, Bumi dan bulan berjarak 356.577 kilometer.
Para penganut teori konspirasi menyebutkan Supermoon bisa menyebabkan Moonageddon atau bencana besar, seperti gempa bumi dan letusan gunung berapi.
permoon sebelumnya terjadi 1955, 1974, 1992 dan 2005. Di tahun tersebut ada peristiwa cuaca ekstrim atau bencana alam.
Tsunami yang membunuh ratusan ribu orang di Indonesia juga terjadi dua minggu sebelum Supermoon pada Januari 2005. Kemudian, pada Natal 1974, topan Tracy menghancurkan Darwin, Australia.
Pada hari ini, Jumat (11/3) juga terjadi bencana gempa bumi 8,9 skala richter di Jepang. Gempa besar yang disusul tsunami 10 meter tersebut merenggut delapan nyawa.
Namun Pete Whaler, ilmuwan dari International Centre for Radio Astronomy tak percaya hal tersebut. "Tidak akan ada gempa bumi atau letusan gunung berapi kecuali karena memang itu sudah ditakdirkan," kata dia.
Pernyataan Whaller didukung oleh astronom Australia, Simon O'Toole. "Menurut saya, kemungkinan terjadi bencana akibat Supermoon sama seperti kemungkinan dunia akan kiamat pada 21 Desember tahun depan," kata dia.
Astrolog Amerika Serikat, Richard Nolle berbeda pendapat. Menurut dia, percaya atau tidak, faktanya, Supermoon terkait beberapa bencana besar yang terjadi. "Cuaca ekstrim, gempa bumi, badai besar," kata Nolle kepada Radio ABC.
Nolle juga mengatikan fenomena Supermoon yang akan terjadi pekan depan dengan gempa besar di Christchurch, Selandia Baru pada 22 Februari lalu. Dia juga menghubungkan dengan gempa bumi di Turkmenistan pada 1948, erupsi Gunung Pinatubo di Filipina pada 1991 dan badai Katrina pada 2005 di Amerika Serikat.[tempointeraktif.com]
Supermoon Tak Sebabkan Bencana di Bumi
Peneliti astronomi dan astrofisika Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin menentang keras pendapat yang menghubungkan bencana gempa bumi dan tsunami di Jepang, dengan fenomena lunar perigee atau yang lebih populer dengan sebutan supermoon.
“Secara astronomi, tak ada kaitan- nya bencana di bumi ini dengan fenomena bulan yang posisinya sangat dekat dengan bumi,” katanya.
Sabtu pekan depan (19/3), bulan akan berada paling dekat dengan bumi atau berjarak 356.577 kilometer. Selang beberapa lama kemudian, akan terjadi puncak bulan purnama.
“Fenomena supermoon itu istilah astrologi, bukan astronomi. Secara astronomi, saat bulan dekat dengan bumi, itu biasa-biasa saja,” kata Thomas kepada detikcom saat dihubungi melalui telepon, Sabtu (12/3).
Bagi kalangan astrologi, kata dia, supermoon ini diramalkan ada bencana. Astrologi, menurut Thomas adalah psudosains atau sains semu.
“Secara astronomi tidak ada kaitannya,” tegasnya.
Ia mengatakan pada saat gempa di Jepang terjadi Jumat siang (11/3), jarak antara bulan dan bumi sangat jauh yaitu 396.500 kilometer.
“Jadi kalaupun ada efek pasang surut, itu minim. Apalagi fase bulannya pun hanya 33%, sehingga efek penguatan matahari relatif kecil,” terangnya.
Karena itu, Thomas menegaskan tidak ada hubungannya jarak bulan dan bumi, dengan bencana yang terjadi di muka bumi ini.
“Kejadian gempa dan tsunami itu tidak ada kaitannya dengan pasang surut bulan apalagi dikaitkan dengan supermoon,” jelasnya.
Menurut Thomas, soal supermoon akan mempengaruhi pasang surut air laut maksimum, itu memang benar.
“Namun itu tidak berarti pasang surut maksimum itu terkait bencana. Mekanismenya beda. Gempa berdasarkan lempeng bumi, tidak ada pengaruh langsung dari bulan,” tegas Thomas.
Oleh karena itu, Thomas meminta masyarakat jangan khawatir dengan akan terjadinya posisi bulan mendekat bumi.
“Tidak perlu khawatir. Supermoon itu tidak ada landasan ilmiahnya,” pungkas Thomas. [detik]
“Tidak perlu khawatir. Supermoon itu tidak ada landasan ilmiahnya,” pungkas Thomas. [detik]
jejejeelelejejejelek
ReplyDeleteawkwkwkwk
ReplyDelete